KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME karena atas berkat dan rahmat-nya lah semata mata sehingga kami dapat menyelesaikan tugas yang diberikan dengan tepat pada waktunya.
Adapun tugas Makalah yang diberikan berjudul ” ASUHAN KEPERAWATAN HIPOTIROIDISME ”, tugas ini kami susun untuk memenuhi nilai mata kuliah
Penulispun menyadari jau dari kesempurnaan yang ada pada makalah ini, maka dari itu kami memohon kepada para pembaca agar kiranya memberikan saran dan kritik, agar dalam penyusunan makalah selanjutnya tidak terjadi kesalahan dan kekurangan.
Atas segala perhatiannya kami dari tim penulis mengucapkan banyak terima kasih
Penulis
Kelompok VII
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I
A..Pendahuluan ............................................................................................... iii
B. Tujuan ......................................................................................................... iii
BAB II
A.Pengertian...................................................................................................... 1
B. Klasifikasi..................................................................................................... 1
C. Etiologi......................................................................................................... 1
D. Patofisiologi................................................................................................. 3
E. Manifestasi Klinis......................................................................................... 3
F. Komplikasi.................................................................................................... 3
G. Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 3
H. Diagnosa Banding........................................................................................ 4
I. Penatalaksanaan ............................................................................................ 4
BAB III
A.Kesimpulan................................................................................................... 12
B. Saran ........................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Anatomi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid terletak di leher, antara fasia koli media dan fasia prevertebralis. Di dalam ruang yang sama terletak trakea, esofagus, pembuluh darah besar, dan saraf. Kelenjar tiroid melekat pada trakea sambil melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Arteri karotis komunis, arteri jugularis interna, dan nervus vagus terletak bersama di dalam sarung tertutup do laterodorsal tiroid. Nervus rekurens terletak di dorsal tiroid sebelum masuk laring. Nervus frenikus dan trunkus simpatikus tidak masuk ke dalam ruang antara fasia media dan prevertebralis.
B. Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar
tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin. Bentuk aktif hormon ini
adalah triiodotironin yang sebagian besar berasal dari konversi hormon tiroksin
di perifer, dan sebagian kecil langsung dibentuk oleh kelenjar tiroid. Sekresi
hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid (Thyroid
Stimulating Hormon) yang dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis.
Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktivitasnya oleh kadar
hormon tiroid dalam sirkulasi, yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap
lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin dari
hipothalamus. Hormon tiroid mempunyai pangaruh yang bermacam-macam terhadap
jaringan tubuh yang berhubungan dengan metabolisme sel.
Kelenjar tiroid juga mengeluarkan kalsitonin dari sel
parafolikuler. Kalsitonin adalah polipeptida yang menurunkan kadar kalsium
serum, mungkin melalui pengaruhnya terhadap tulang.
Hormon
tiroid memang suatu hormon yang dibutuhkan oleh hampir semua proses tubuh
termasuk proses metabolisme, sehingga perubahan hiper atau hipotiroidisme
berpengaruh atas berbagai peristiwa. Efek metaboliknya antara lain adalah
termoregulasi, metabolisme protein, metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak,
dan vitamin A.
Status
tiroid seseorang ditentukan oleh kecukupan sel atas hormon tiroid dan bukan
kadar normal hormon tiroid dalam darah. Ada beberapa prinsip faal dasar yang
perlu diingat kembali. Pertama bahwa hormon yang aktif adalah free-hormon.
Kedua bahwa metabolisme sel didasarkan adanya free T3 bukan free T4. ketiga
bahwa distribusi enzim deyodinasi I, II, dan III (DI, DII, DIII) di berbagai
organ tubuh berbeda, dimana DI banyak ditemukan di hepar, ginjal, dan tiroid.
DII utamanya di otak, hipofisis dan DIII hampir seluruhnya di jaringan fetal
(otak, plasenta). Hanya DI yang direm oleh PTU.
BAB II
ASKEP HIPOTIROIDISME
A. Definisi
Hipotiroidisme adalah
satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan hormon tiroid oleh
kelenjar tiroid.
Hipotiroidisme adalah
suatu keadaan dimana kelenjar tirod kurang aktif dan menghasilkan terlalu
sedikit hormone tiroid. Hipotiroid yang sangat berat disebut miksedema.
Hipotiroidism terjadi
akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang
disebut miksedema.
B. Epidemiologi
Sebelum Perang Dunia II banyak penyelidik di Indonesia
menemukan kretin. Abu Hanifah menemukan di daerah Kuantan 0,15% kretin di
antara 50.000 penduduk. Pfister (1928) menemukan pada suku Alas 17 kretin, 57
kretinoid dan 11 kasus yang meragukan dari 12.000 penduduk; jumlah semuanya
meliputi 0,73%. Eerland (1932) menemukan 126 kretin di Kediri dan banyak
kretinoid, sedangkan Noosten (1935) menemukan juga kretin di Bali.
C. Klasifikasi dan Penyebab
Secara
klinis dikenal 3 hipotiroidisme, yaitu :
1.
Hipotiroidisme sentral, karena kerusakan hipofisis atau hypothalamus
2.
Hipotiroidisme primer apabila yang rusak kelenjar tiroid
3. Karena
sebab lain, seperti farmakologis, defisiensi yodium, kelebihan yodium, dan
resistensi perifer.
Yang
paling banyak ditemukan adalah hipotiroidisme primer. Oleh karena itu, umumnya
diagnosis ditegakkan berdasar atas TSH meningkat dan fT4 turun. Manifestasi
klinis hipotiroidisme tidak tergantung pada sebabnya.
Namun,
pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, hipotiroidisme terbagi atas 2 berdasarkan penyebabnya,
yaitu :
1. Bawaan
(kretinisme)
a.
Agenesis atau disgenesis kelenjar tiroidea.
b.
Kelainan hormogonesis
~ Kelainan
bawaan enzim (inborn error)
~
Defisiensi yodium (kretinisme endemik)
~
Pemakaian obat-obat anti tiroid oleh ibu hamil (maternal)
2. Didapat
Biasanya
disebut hipotiroidisme juvenilis. Pada keadaan ini terjadi atrofi kelenjar yang
sebelumnya normal. Panyebabnya adalah
a.
Idiopatik (autoimunisasi)
b.
Tiroidektomi
c.
Tiroiditis (Hashimoto, dan lain-lain)
d.
Pemakaian obat anti-tiroid
e.
Kelainan hipofisis.
f.
Defisiensi spesifik TSH
D. Patofisiologi
Patofisiologi
hipotiroidisme didasarkan atas masing-masing penyebab yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme, yaitu :
a.
Hipotiroidisme sentral (HS)
Apabila gangguan faal tiroid terjadi karena adanya kegagalan
hipofisis, maka disebut hipotiroidisme sekunder, sedangkan apabila kegagalan
terletak di hipothalamus disebut hipotiroidisme tertier. 50% HS terjadi karena
tumor hipofisis. Keluhan klinis tidak hanya karena desakan tumor, gangguan visus,
sakit kepala, tetapi juga karena produksi hormon yang berlebih (ACTH penyakit
Cushing, hormon pertumbuhan akromegali, prolaktin galaktorea pada wanita dan
impotensi pada pria). Urutan kegagalan hormon akibat desakan tumor hipofisis
lobus anterior adalah gonadotropin, ACTH, hormon hipofisis lain, dan TSH.
b. Hipotiroidisme Primer (HP)
Hipogenesis atau agenesis kelenjar tiroid. Hormon berkurang
akibat anatomi kelenjar. Jarang ditemukan, tetapi merupakan etiologi terbanyak
dari hipotiroidisme kongenital di negara barat. Umumnya ditemukan pada program
skrining massal. Kerusakan tiroid dapat terjadi karena, 1. Operasi, 2. Radiasi,
3. Tiroiditis autoimun, 4. Karsinoma, 5. Tiroiditis subakut, 6.
Dishormogenesis, dan 7. Atrofi
Pascaoperasi. Strumektomi dapat parsial (hemistrumektomi
atau lebih kecil), subtotal atau total. Tanpa kelainan lain, strumektomi
parsial jarang menyebabkan hipotiroidisme. Strumektomi subtotal M. Graves
sering menjadi hipotiroidisme dan 40% mengalaminya dalam 10 tahun, baik karena
jumlah jaringan dibuang tetapi juga akibat proses autoimun yang mendasarinya.
Pascaradiasi. Pemberian RAI (Radioactive iodine) pada
hipertiroidisme menyebabkan lebih dari 40-50% pasien menjadi hipotiroidisme
dalam 10 tahun. Tetapi pemberian RAI pada nodus toksik hanya menyebabkan
hipotiroidisme sebesar <5%. Juga dapat terjadi pada radiasi eksternal di
usia <20 tahun : 52% 20 tahun dan 67% 26 tahun pascaradiasi, namun
tergantung juga dari dosis radiasi.
Tiroiditis autoimun. Disini terjadi inflamasi akibat proses
autoimun, di mana berperan antibodi antitiroid, yaitu antibodi terhadap fraksi
tiroglobulin (antibodi-antitiroglobulin, Atg-Ab). Kerusakan yang luas dapat
menyebabkan hipotiroidisme. Faktor predisposisi meliputi toksin, yodium, hormon
(estrogen meningkatkan respon imun, androgen dan supresi kortikosteroid), stres
mengubah interaksi sistem imun dengan neuroendokrin. Pada kasus
tiroiditis-atrofis gejala klinisnya mencolok. Hipotiroidisme yang terjadi
akibat tiroiditis Hashimoto tidak permanen.
Tiroiditis Subakut. (De Quervain) Nyeri di kelenjar/sekitar,
demam, menggigil. Etiologi yaitu virus. Akibat nekrosis jaringan, hormon
merembes masuk sirkulasi dan terjadi tirotoksikosis (bukan hipertiroidisme).
Penyembuhan didahului dengan hipotiroidisme sepintas.
Dishormogenesis. Ada defek pada enzim yang berperan pada
langkah-langkah proses hormogenesis. Keadaan ini diturunkan, bersifat resesif.
Apabila defek berat maka kasus sudah dapat ditemukan pada skrining
hipotiroidisme neonatal, namun pada defek ringan, baru pada usia lanjut.
Karsinoma. Kerusakan tiroid karena karsinoma primer atau
sekunder, amat jarang.
Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
Hipotiroidisme sepintas. Hipotiroidisme sepintas (transient) adalah keadaan hipotiroidisme yang cepat menghilang. Kasus ini sering dijumpai. Misalnya pasca pengobatan RAI, pasca tiroidektomi subtotalis. Pada tahun pertama pasca operasi morbus Graves, 40% kasus mengalami hipotiroidisme ringan dengan TSH naik sedikit. Sesudah setahun banyak kasus pulih kembali, sehingga jangan tergesa-gesa memberi substitusi. Pada neonatus di daerah dengan defisiensi yodium keadaan ini banyak ditemukan, dan mereka beresiko mengalami gangguan perkembangan saraf.
E. Pengaruh Obat Farmakologis
Dosis OAT (Obat Anti Tiroid) berlebihan menyebabkan
hipotiroidisme. Dapat juga terjadi pada pemberian litium karbonat pada pasien
psikosis. Hati-hatilah menggunakan fenitoin dan fenobarbital sebab meningkatkan
metabolisme tiroksin di hepar. Kelompok kolestiramin dan kolestipol dapat
mengikat hormon tiroid di usus. Defisiensi yodium berat serta kelebihan yodium
kronis menyebabkan hipotiroidisme dan gondok, tetapi sebaliknya kelebihan akut
menyebabkan IIT (iodine induced thyrotoxcisos).
Bahan farmakologis yang menghambat sintesis hormon tiroid
yaitu tionamid (MTU, PTU, karbimazol), perklorat, sulfonamid, yodida dan yang
meningkatkan katabolisme atau penghancuran hormon tiroid yaitu fenitoin,
fenobarbital, yang menghambat jalur enterohepatik hormon tiroid yaitu
kolestipol dan kolestiramin.
Kelenjar tiroid bekerja di bawah pengaruh kelenjar hipofisis,
tempat diproduksi hormon tirotropik. Hormon ini mengatur produksi hormon tiroid
yaitu tiroksin dan tri-iodotironin. Kedua hormon tersebut dibentuk dari
monoiodo-tirosin dan diiodo-tirosin. Untuk ini diperlukan yodium. T3 dan T4
diperlukan dalam proses metabolik di dalam badan, lebih-lebih pada pemakaian
oksigen. Selain itu ia merangsang sintesis protein dan mempengaruhi metabolisme
karbohidrat, lemak dan vitamin. Hormon ini juga diperlukan untuk mengolah
karoten menjadi vitamin A. Untuk pertumbuhan badan, hormon ini sangat
dibutuhkan, tetapi harus bekerja sama dengan growth hormone
F. Gejala Klinis
Pada bayi baru lahir gejala sering belum jelas. Baru sesudah
beberapa minggu gejala lebih menonjol. Ikterus fisiologis biasanya lebih lama,
kurang mau minum, sering tersedak, aktifitas kurang, lidah yang besar dan
sering menderita kesukaran pada pernafasan.
Bayi dengan kelainan ini jarang menangis, banyak tidur dan kelihatan sembab. Biasanya ada obstipasi, abdomen besar dan ada hernia umbilikalis. Suhu tubuh rndah, nadi lambat dan kulitnya kering dan dingin. Sering ditemukan anemia.
Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan pertumbuhan dan perkembangan lambat (retardasi mental dan fisis). Sesudah melewati masa bayi, anak akan kelihatan pendek, anggota gerak pendek dan kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar terbuka lebar. Jarak antara kedua mata (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak lidah membesar dan menebal. Pertumbuhan gigi terlambat dan gigi lekas rusak. Tangan agak lebar dan jari pendek. Kulit kering tanpa keringat. Warna kulit kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karotenemia. Miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan dan genitalia eksterna.
Bayi dengan kelainan ini jarang menangis, banyak tidur dan kelihatan sembab. Biasanya ada obstipasi, abdomen besar dan ada hernia umbilikalis. Suhu tubuh rndah, nadi lambat dan kulitnya kering dan dingin. Sering ditemukan anemia.
Pada umur 3-6 bulan gejala makin jelas. Sekarang mulai kelihatan pertumbuhan dan perkembangan lambat (retardasi mental dan fisis). Sesudah melewati masa bayi, anak akan kelihatan pendek, anggota gerak pendek dan kepala kelihatan besar. Ubun-ubun besar terbuka lebar. Jarak antara kedua mata (hipertelorisme). Mulut sering terbuka dan tampak lidah membesar dan menebal. Pertumbuhan gigi terlambat dan gigi lekas rusak. Tangan agak lebar dan jari pendek. Kulit kering tanpa keringat. Warna kulit kekuning-kuningan yang disebabkan oleh karotenemia. Miksedema tampak jelas pada kelopak mata, punggung tangan dan genitalia eksterna.
Otot-otot biasanya hipotonik. Retardasi mental makin jelas. Suara
biasanya parau dan biasanya tidak dapat berbicara. Makin tua, anak makin
terlambat dalam pertumbuhan dan perkembangan. Pematangan alat kelamin terlambat
atau sama sekali tidak terjadi.
Gejala hipotiroidisme dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat umum karena kekurangan hormon tiroid di jaringan, dan yang spesifik disebabkan karena penyakit dasarnya.
Gejala hipotiroidisme dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu yang bersifat umum karena kekurangan hormon tiroid di jaringan, dan yang spesifik disebabkan karena penyakit dasarnya.
Keluhan utama yaitu kurang energi, manifestasinya sebagai
lesu, lamban bicara, mudah lupa, obstipasi. Metabolisme rendah menyebabkan bradikardia,
tidak tahan dingin, berat badan naik dan anoreksia. Kelainan psikologis
meliputi depresi, meskipun nervositas dan agitasi dapat terjadi. Kelainan
reproduksi yaitu oligomenorea, infertil, aterosklerosis meningkat. Semua tanda
di atas akan hilang dengan pengobatan. Ada tambahan keluhan spesifik, terutama
pada tipe sentral. Pada tumor hipofisis mungkin ada gangguan visus, sakit
kepala, dan muntah. Sedangkan dari gagalnya fungsi hormon tropiknya, misalnya
karena ACTH kurang, dapat terjadi kegagalan faal korteks adrenal dan
sebagainya.
G. Menegakkan Diagnosis
Sebaiknya diagnosis ditegakkan selengkap mungkin : diagnosis
klinis-subklinis, primer-sentral, kalau mungkin etiologinya. Karena sebagian
besar etiologi hipotiroidisme adalah HP, kemungkinan HP kecil apabila dijumpai
TSH normal. Pada wanita hamil (termasuk pengguna kontrasepsi oral) karena
perubahan pada TBG, memeriksa TSH, fT4 dan fT3 merupakan langkah tepat. Kadang
fT4 wanita hamil agak naik sehingga memeriksa fT3 masih relevan.
Apabila memungkinkan wanita hamil dengan hipotiroidisme
diperiksa juga antibodi (anti-Tg-Ab, anti-AM-Ab). Indeks diagnostik Billewicz,
analog dengan indeks Wayne dan New Castle pada hipertiroidisme, juga tersedia
untuk memisahkan antara eutiroidisme dan hipotiroidisme. Interpretasi skor :
bukan hipotiroidisme kalau skor < -30, diagnostik apabila skor > 25 dan
meragukan apabila skor antara -29 dan +24 dan dibutuhkan pemeriksaan
konfirmasi.
H. Pengobatan/Terapi
Pada pengobatan hipotiroidisme yang perlu diperhatikan adalah
dosis awal dan cara menaikkan dosis tiroksin. Tujuan pengobatan hipotiroidisme
adalah :
a. Meringankan keluhan dan gejala
b. Menormalkan metabolism
c. Menormalkan TSH (bukan mensupresi)
d. Membuat T3 (dan T4) normal
e. Menghindarkan komplikasi dan resiko
Beberapa prinsip dapat digunakan dalam melaksanakan
substitusi, yaitu makin berat hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin
landai peningkatan dosis, dan geriatri dengan angina pektoris, CHF, gangguan
irama, dosis harus hati-hati.
Prinsip substitusi adalah mengganti kekurangan produksi
hoemon tiroid endogen pasien. Indikator kecukupan optimal sel ialah kadar TSH
normal. Dosis supresi tidak dianjurkan, sebab ada risiko gangguan jantung dan
densitas mineral. Tersedia L-tiroksin (T4), L-triodotironin (T3) maupun pulvus
tiroid. Pulvus tidak digunakan lagi karena efeknya sulit diramalkan. T3 tidak
digunakan sebagai substitusi karena waktu paruhnya pendek hingga perlu
diberikan beberapa
kali sehari. Obat oral terbaik adalah T4 Tiroksin dianjurkan
diminum pagi hari dalam keadaan perut kosong dan tidak bersama bahan lain yang
mengganggu serapan dari usus. Contohnya pada penyakit sindrom malabsorbsi,
short bowel syndrome, sirosis, obat (sukralfat, aluminium hidroksida,
kolestiramin, sulfas ferosus, kalsium karbonat).
TIROIDITIS HASHIMOTO ( Struma
Limfomatis)
Tiroditis hasimoto mungkin merupakan penyebab hipotiroidisme
tersering, juga disebut tiroditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi
yang merusak jaringan kelenjar tirod. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai
peningkatan kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal. Penyebab
tiroiditis otoimun tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan
genetik untuk mengidap penyakit ini.
I. Diagnosa
A.
Keluhan
pokok
Kadang-kadang disertai hipertiroid,lalu diikuti hipotiroid.
B. Tanda penting
B. Tanda penting
Pembesaran kelenjar tiroid
C.
Pemeriksaan Laboratorium
• T3 dan T4 meningkat pada fase akut dan menurun setelah
menjadi kronis.
• Tiroid autoantibodi(antibodi tiroglobulin dan antibodi
mikrosomal) biasa positif.
D. Pemeriksaan khusus
D. Pemeriksaan khusus
1 Hipotiroidisme
1. Penyakit Addison
2. Diabtes mellitus
3. Serosis biliaris
4. Vitiligo
II. PENATALAKSANAAN
A. Terapi
umum
1.
Istirahat
2. Diet
3.
Medikamentosa
• Obat
pertama
-
Levotiroksin 0,1 - 0,15 mg/hr bila terjadi hipotiroid atau struma terlalu
besar.
- Obat
alternatif –
G.
Pengkajian Keperawatan
Dampak penurunan kadar
hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah
pengkajian terhadap
ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi
antara lain
1. Riwayat kesehatan
klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah
ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
2. Kebiasaan hidup
sehari-hari seperti
a. Pola makan
b. Pola tidur (klien
menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
c. Pola aktivitas.
3. Tempt tinggal klien
sekarang dan pada waktu balita.
4. Keluhan utama klien,
mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
a. Sistem pulmonari
b. Sistem pencernaan
c. Sistem kardiovaslkuler
d. Sistem
muskuloskeletal
e. Sistem neurologik dan
Emosi/psikologis
f. Sistem reproduksi
g. Metabolik
5. Pemeriksaart fisik
mencakup
a. Penampilan secara
umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan
ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan
gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar,
tebal dan berisik, dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu
tubuh menurun:
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek
tendon menurun
6. Pengkajian
psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya,
mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas,
dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup
kelima komponen konsep diri
7. Pemeriksaan penunjang
mencakup; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan
hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang
sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
H.
Diagnosa dan Intervensi
1. Intoleran aktivitas
berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan
partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi
- Atur interval waktu antar
aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditelerir.
Rasional : Mendorong
aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang
adekuat.
- Bantu aktivitas perawatan
mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi
kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
- Berikan stimulasi melalui
percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan
perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.
- Pantau respons pasien terhadap
peningkatan aktititas
Rasional : Menjaga
pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
2. Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan
suhu tubuh yang normal
Intervensi
- Berikan tambahan lapisan pakaian
atau tambahan selimut.
Rasional : Meminimalkan
kehilangan panas
- Hndari dan cegah penggunaan
sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut listrik atau
penghangat).
Rasional : Mengurangi
risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler.
- Pantau suhu tubuh pasien dan
melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional : Mendeteksi
penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema
- Lindungi terhadap pajanan hawa.
dingin dan hembusan angin.
Rasional : Meningkatkan
tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas. .
3. Konstipasi
berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan :
Pemulihan fungsi usus
yang normal.
Intervensi
- Dorong peningkatan asupan
cairan
Rasional : Meminimalkan
kehilangan panas
- Berikan makanan yang kaya akan
serat
Rasional : Meningkatkan
massa feses dan frekuensi buang air besar
- Ajarkan kepada klien, tentang
jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air
Rasional : Untuk
peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras
- Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan
deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
- Dorong klien untuk meningkatkan
mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : Meningkatkan
evakuasi feses
- Kolaborasi : untuk pemberian
obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk
mengencerkan fees.
4. Kurangnya pengetahuan
tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup
Tujuan :
Pemahaman dan penerimaan
terhadap program pengobatan yang diresepkar,
Intervensi
- Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi
penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memberikan
rasional penggunaan terapi penggantian hormon tiroid seperti yang diresepkan,
kepada pasien
- Uraikan efek pengobatan yang
dikehendaki pada pasien
Rasional : Mendorong
pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi
pada terapi hormon tiroid.
- Bantu pasien menyusun jadwal
dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian
hormon tiroid.
Rasional : Memastikan
bahwa obat yang; digunakan seperti yang diresepkan.
- Uraikan tanda-tanda dan gejala
pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
Rasional : Berfungsi
sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
- Jelaskan perlunya tindak lanjut
jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
Rasional : Meningkatkan
kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan
diobati.
5. Pola napas tidak
efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan
Perbaikan status
respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi
- Pantau frekuensi; kedalaman,
pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial
Rasional :
Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya
dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
- Dorong pasien untuk napas dalam
dan batuk
Rasional : Mencegah
aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
- Berikan obat (hipnotik dan
sedatip) dengan hati-hati
Rasional : Pasien
hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat
golongan hipnotik-sedatif.
- Pelihara saluran napas pasien
dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.
- Rasional : Penggunaan saluran
napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi
depresi pernapasan
6. Perubahan pola
berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status
kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan
Perbaikan proses
berpikir.
Intervensi
- Orientasikan pasien terhadap
waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
- Berikan stimulasi lewat
percakapan dan aktifitas yang, tidak bersifat mengancam.
Rasional : Memudahkan
stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
- Jelaskan kepada pasien dan
keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat
dan proses penyakit . .
Rasional : Meyakinkan
pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir
yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat
7. Miksedema dan koma miksedema
Tujuan
Tidak ada komplikasi.
Intervensi
- Pantau pasien akan; adanya
peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.
1) Penurunan tingkat
kesadaran ; demensia
2) Penurunan tanda-tanda
vital (tekanan darah, frekuensi
3) pernapasan, suhu tubuh,
denyut nadi)
4) Peningkatan kesulitan
dalam membangunkan dan menyadarkan pasien.
Rasional :
Hipotiroidisme berat jika tidak: ditangani akan menyebabkan miksedema,
koma miksedema dan
pelambatan seluruh sistem tubuh
- Dukung dengan ventilasi jika
terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
Rasional : Dukungan
ventilasi diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan
pemeliharaan saluran napas.
- Berikan obat (misalnya, hormon
tiroksin) seperti yang diresepkan dengan sangat hati-hati.
Rasional : Metabolisme
yang lambat dan aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan
angina pada saat pemberian tiroksin
- Balik dan ubah posisi tubuh
pasien dengan interval waktu tertentu.
Rasional : Meminimalkan
resiko yang berkaitan dengan imobilitas.
- Hindari penggunaan obat-obat
golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.
Rasional : Perubahan
pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada
keadaan miksedema
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan Buku Patologi, disebutkan defisiensi ataupun
resistensi perifer terhadap hormon tiroid menimbulkan keadaan hipermetabolik
terhadap hipotiroidisme. Apabila kekurangan hormon timbul pada anak-anak dapat
menimbulkan kretinisme. Pada anak yang sudah agak besar atau pada umur dewasa
dapat menimbulkan miksedema, disebut demikian karena adanya edematus, penebalan
merata dari kulit yang timbul akibat penimbunan mukopolisakarida hidrofilik
pada jaringan ikat di seluruh tubuh.
Pada Buku Ilmu Kesehatan Anak, kretinisme atau
hipotiroidisme kongenital dipakai kalau kelainan kelenjar tiroidea sudah ada
pada waktu lahir atau sebelumnya. Kalau kelainan tersebut timbul pada anak yang
sebelumnya normal, maka lebih baik dipakai istilah hipotiroidisme juvenilis atau
didapat.
B.
SARAN
Peran perawat dalam penanganan hipotiroidisme dan mencegah
terjadinya hipotiroidisme adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang
tepat. Asuhan keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk
meminimalisir terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan
kejadian hipotiroidisme.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Flynn RW, McDonald TM,
Jung RT, et al. Mortality and vascular outcomes in patients treated for thyroid
dysfunction, http://www.aafp.org/afp/20071001/bmj.html last log in : December
1,2007
Ø McDermott MT, Woodmansee
WW, Haugen BR, Smart A,Ridgway EC. The Management of subclinical
hyperthyroidism by thyroid specialists. Thyroid 2004,90-110
Ø Van Sande J, Parma J,
Tonacchera M, Swillens S, Dumont J,Vassart G. Somatic and clinical in thyroid
diseases.2003, 201-220
0 Response to "ASKEP HIPOTIROIDISME"
Post a Comment